AS Tawarkan Hadiah 50 Juta Dolar untuk Penangkapan Nicolás Maduro

Presiden Venezuela Nicolas Maduro. (Sumber: BBC)

Washington, KabarTerkiniNews.co.id – AS tengah memburu Presiden Venezuela Nicolás Maduro, dan menjanjikan hadiah $50 juta atau Rp. 814 miliar lebih, bagi siapapun yang bisa memberikan informasi keberadaannya. Jaksa Agung AS Pam Bondi mengatakan Maduro terkait langsung dengan operasi penyelundupan narkoba, dan menuduh Maduro sebagai salah satu pengedar narkoba terbesar di dunia.

Menanggapi hal ini, Menteri Luar Negeri Venezuela Yvan Gil menyebut tawaran hadiah itu sebagai hal yang menyedihkan, dan hanyalah propaganda politik AS. Maduro sendiri sebelumnya telah membantah klaim AS bahwa ia terlibat langsung dalam perdagangan narkoba.

“Kami tidak terkejut, siapa pun yang memberitakannya,” kata Gil, menuduh Bondi mencoba “mengalihkan perhatian” dari berita utama terkait reaksi keras atas penanganan kasus pelaku kejahatan seksual Jeffrey Epstein, seperti dikutip dari BBC.

Presiden AS Donald Trump telah lama mengkritik Maduro, yang kembali menjabat pada Januari 2025 melalui pemilu yang dituduh banyak kecurangan. Selama masa jabatan pertama Trump, pemerintah AS mendakwa Maduro dan pejabat tinggi Venezuela lainnya dengan berbagai pelanggaran, termasuk narkoterorisme, korupsi, dan perdagangan narkoba.

Saat itu, Departemen Kehakiman AS mengklaim Maduro telah bekerja sama dengan kelompok pemberontak Kolombia, Farc, untuk menggunakan kokain sebagai senjata untuk membanjiri Amerika Serikat. Dalam sebuah video yang diunggah di X pada Kamis, Bondi menuduh Maduro berkoordinasi dengan kelompok-kelompok seperti Tren de Aragua – sebuah geng Venezuela yang telah dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh pemerintahan Trump – dan Kartel Sinaloa, sebuah jaringan kriminal kuat yang berbasis di Meksiko.

Ia mengklaim Badan Penegakan Narkoba AS (DEA) telah menyita 30 ton kokain yang terkait dengan Maduro dan rekan-rekannya, dengan hampir tujuh tn terkait dengan Maduro sendiri.

Maduro adalah pemimpin Partai Sosialis Bersatu dan menggantikan Hugo Chavez pada tahun 2013. Ia telah berulang kali dituduh menindas kelompok oposisi dan membungkam perbedaan pendapat di Venezuela, termasuk dengan menggunakan kekerasan.

Berita terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *