Kredit Komando untuk Koperasi Merah Putih: Solusi atau Ancaman bagi Ekonomi Nasional?

Foto : Ilustrasi

Jakarta, kabarterkininews.co.id– Pemerintah tengah merancang program Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih) sebagai strategi untuk memperkuat ekonomi pedesaan dan melindungi masyarakat dari rentenir serta pinjaman online ilegal. Namun, rencana pendanaan program ini, yang disebut-sebut mencapai Rp280-360 triliun, memicu perdebatan di kalangan ekonom dan investor.

Program ini diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto, dengan target pembentukan koperasi di 70.000 hingga 80.000 desa di Indonesia. Setiap desa akan mendapat pendanaan sebesar Rp3-5 miliar, dengan sumber dana yang akan dioptimalkan dari dana desa serta skema pembiayaan melalui Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Menurut rencana, pinjaman kepada koperasi desa ini akan dicicil selama tiga hingga lima tahun. Namun, analis keuangan khawatir bahwa beban kredit sebesar ini bisa berdampak pada kesehatan keuangan bank-bank BUMN, terutama jika terjadi peningkatan kredit macet.

Kekhawatiran Analis dan Investor

Beberapa pengamat menilai bahwa program ini berisiko tinggi bagi sektor perbankan. Dengan total pendanaan yang mencapai Rp240 triliun per tahun, bank-bank Himbara diperkirakan harus menanggung sekitar Rp60 triliun per bank. Jumlah ini setara dengan 18,5% dari total penyaluran kredit BRI pada tahun sebelumnya, yang bisa berpotensi mengurangi profitabilitas bank.

Edo Segara Gustanto, pengamat ekonomi dari Pusat Kajian dan Analisis Ekonomi Nusantara, menyarankan agar pemerintah lebih baik memaksimalkan peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang sudah ada daripada membentuk koperasi baru. Ia mengingatkan bahwa pembentukan lembaga baru sering kali diikuti dengan anggaran besar untuk operasional, pelatihan, hingga birokrasi tambahan, yang bisa mengurangi efektivitas program.

Baca Juga: Kopdes Merah Putih Jadi Pusat Layanan Ekonomi Desa, Prabowo: Harga Barang Lebih Terjangkau

Selain itu, Alta Zaini, Ketua Apdesi Banda Aceh, yang juga Ketua Umum Non-Litigation Peacemaker Association, menilai bahwa program ini terlalu terburu-buru dan kurang mempertimbangkan karakteristik lokal. Ia menekankan pentingnya sosialisasi, penyuluhan, dan bimbingan teknis bagi kepala desa dan perangkatnya sebelum implementasi program.

Di sisi lain, pemerintah optimis bahwa Kopdes Merah Putih dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, memutus rantai distribusi yang tidak efisien, serta menekan harga barang di tingkat konsumen. Program ini juga dianggap sebagai upaya pemerataan ekonomi, agar desa tidak lagi tertinggal dalam pembangunan nasional.

Solusi atau Ancaman?

Meski menuai kritik, pemerintah tetap mendorong implementasi program ini sebagai bagian dari strategi ekonomi nasional. Namun, pertanyaannya adalah, apakah kredit komando ini benar-benar akan membantu ekonomi desa atau justru berisiko membebani sektor perbankan?

Masyarakat dan pelaku usaha kini menantikan kejelasan mekanisme pengawasan dan mitigasi risiko dari pemerintah agar program ini bisa berjalan tanpa merugikan stabilitas ekonomi nasional.

Tim Redaksi | Echannsl.co.id | HW

Berita terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *