Jakarta, 14 April 2025 – Kejaksaan Agung Republik Indonesia menahan tiga hakim yang terlibat dalam dugaan kasus suap terkait dengan perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Ketiga hakim yang ditahan adalah Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtaro, dan Djuyamto. Mereka ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan, berdasarkan Surat Perintah Penahanan yang diterbitkan pada 13 April 2025.
Kasus ini bermula dari dugaan suap yang diterima oleh ketiga hakim untuk mempengaruhi putusan dalam perkara yang melibatkan tiga korporasi besar: Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Pada 19 Maret 2025, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto sebagai ketua, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtaro sebagai anggota, menjatuhkan putusan lepas (ontslaag) kepada ketiga terdakwa korporasi tersebut. Keputusan ini bertentangan dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta pembayaran uang pengganti dengan total mencapai Rp16,7 triliun untuk ketiga perusahaan tersebut.
Penyidikan Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa suap diberikan melalui Muhammad Arif Nuryanta, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang menerima suap sebesar Rp60 miliar. Suap tersebut kemudian dibagikan kepada ketiga hakim yang terlibat dalam putusan tersebut. Hakim Agam Syarif Baharudin menerima Rp4,5 miliar, hakim Djuyamto menerima Rp6 miliar, dan hakim Ali Muhtaro menerima Rp5 miliar, yang semuanya diberikan dalam bentuk dolar AS yang kemudian dirupiahkan. Suap tersebut diduga diberikan oleh pengacara Ariyanto dan Marcella Santoso yang mewakili ketiga korporasi terdakwa.
Dengan penahanan ini, Kejaksaan Agung berupaya untuk mempercepat penyelesaian kasus dan memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana korupsi, khususnya dalam sektor hukum. Kasus ini semakin mendapat perhatian publik karena melibatkan pejabat yang seharusnya menegakkan keadilan namun justru terlibat dalam praktik suap yang mempengaruhi independensi peradilan.
Kejaksaan Agung berharap agar proses hukum ini dapat berjalan dengan transparan dan membawa keadilan kepada masyarakat. Kasus ini juga menggarisbawahi pentingnya pengawasan ketat terhadap aparat penegak hukum agar praktik korupsi tidak terjadi di lembaga peradilan.