Ribuan Pecalang Bali Tolak Kehadiran Ormas GRIB Jaya, Pemerintah Daerah Tegaskan Cukup dengan Sistem Adat

Anggota pengamanan adat Bali atau Pecalang memberi penghormatan dalam Gelar Pasukan Pengamanan Kongres IV PDI-P di Sanur, Bali, Selasa (7/4). Polda Bali mengerahkan 815 personel dari berbagai kesatuan serta melibatkan pengamanan adat atau Pecalang untuk mengamankan jalannya kongres PDI-P yang berlangsung 8-12 April. ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana/Rei/Spt/15.

EChannel.co.id – Polemik mewarnai rencana ekspansi organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya ke Provinsi Bali. Ribuan pecalang, sebagai aparat keamanan tradisional Bali, menyatakan penolakan terbuka terhadap kehadiran ormas tersebut, yang dinilai berpotensi mengganggu tatanan adat dan budaya lokal.

Penolakan mencuat setelah beredarnya video pelantikan pengurus GRIB Jaya DPD Bali yang viral di media sosial. Dalam video itu, seorang pria bernama Rahmat memperkenalkan diri sebagai Panglima Satgas GRIB Bali, yang kemudian menuai reaksi keras dari masyarakat adat.

Wayan Darmaya, Ketua Pecalang DA Sulanyah, Kecamatan Seririt, Buleleng, menyampaikan bahwa masyarakat adat Bali menilai keberadaan ormas luar seperti GRIB Jaya tidak sesuai dengan nilai-nilai lokal. Ia juga menegaskan perlunya memperkuat lembaga Pasikian Pecalang Bali dan meminta pemerintah daerah serta Majelis Desa Adat (MDA) untuk menolak kehadiran ormas luar yang dinilai tidak memiliki akar budaya Bali.

Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta, mendukung penuh penolakan tersebut. Ia menyatakan bahwa sistem keamanan di Bali sudah sangat memadai melalui keberadaan pecalang dan program Bankamda (Bantuan Keamanan Desa Adat). Menurutnya, ormas luar tidak diperlukan karena bisa mengganggu stabilitas sosial dan adat.

BACA JUGA:  RSD Gunungjati Gelar Inspeksi Pengelolaan Limbah Non-B3 di Timdis ID

“Kami sudah punya pecalang dan Bankamda. Itu sudah cukup. Tidak perlu lagi ada tambahan dari luar,” tegas Giri Prasta kepada media.

Sementara itu, Ketua GRIB Jaya Bali, Yosep Nahak, belum memberikan tanggapan resmi atas penolakan ini. Ia mengatakan bahwa pihaknya akan menyampaikan pernyataan setelah situasi lebih kondusif.

Polemik ini menunjukkan pentingnya menghormati kearifan lokal dalam setiap gerakan organisasi, khususnya di Bali yang memiliki sistem sosial dan budaya yang khas. Pemerintah daerah pun diharapkan tegas dalam melindungi otonomi adat agar tidak tergerus oleh intervensi eksternal.

Tim Echannel co. Id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *