Dampak Kebijakan Dagang AS: Harga Kedelai Impor Naik, Pengusaha Tempe Boyolali Terpukul

BOYOLALI – Kebijakan tarif perdagangan yang diberlakukan oleh Amerika Serikat mulai berdampak terhadap pelaku usaha lokal di Boyolali, khususnya pengusaha tempe.

Subandi, pemilik usaha tempe asal Banyudono, Boyolali, mengungkapkan bahwa harga kedelai impor yang menjadi bahan baku utama tempe mengalami kenaikan signifikan.

“Sekarang harga kedelai mencapai Rp980 ribu per kuintal, padahal sebelumnya hanya Rp800 ribu. Kalau dihitung per kilogram, sekarang jadi Rp9.800,” ujar Subandi.

Ia menjelaskan bahwa lonjakan harga ini sudah terjadi sejak sekitar dua minggu lalu, seiring mencuatnya isu kebijakan ekspor-impor dari Amerika Serikat.

“Karena saya memakai kedelai impor dari sana, otomatis langsung terasa dampaknya,” ungkapnya.

Meski demikian, produksi tempe di pabrik miliknya tidak mengalami penurunan. Subandi menyebutkan bahwa kapasitas produksi masih stabil, yakni sekitar 420 kilogram kedelai per hari.

“Kondisi pasar masih bagus, permintaan tetap ada, jadi produksi masih jalan seperti biasa,” jelasnya.

Untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku tanpa menaikkan harga jual, Subandi memilih mengurangi ukuran potongan tempe.

BACA JUGA:  Bupati Wonogiri Gelar Open House Idul Fitri, Wabup Berhalangan Hadir

“Kalau dulu dua meter tempe dipotong jadi enam bagian, sekarang jadi tujuh bagian. Panjang tiap potongnya juga dikurangi dari 30 cm menjadi 28 cm,” terang dia.

Harga jual tetap dipertahankan di angka Rp5.000 per potong. Menurut Subandi, ini dilakukan demi menjaga keseimbangan pasar dan membantu para pengecer agar tidak kesulitan menjual kembali.

“Kalau saya naikkan jadi Rp6.000, pengecer harus jual Rp7.000. Pembeli bisa kaget dan itu bisa menurunkan penjualan,” katanya.

Lebih lanjut, Subandi berharap adanya campur tangan pemerintah untuk menstabilkan harga kedelai.

“Harga ideal menurut saya sekitar Rp8.500 per kilogram. Itu masih bisa dijalankan dan pasar tetap sehat,” harapnya.

Tak hanya kenaikan harga, ia juga mengeluhkan pasokan kedelai yang kini semakin terbatas.

“Saya pesan 10 ton, tapi hanya dikirim 5 ton. Mungkin sisanya ditahan dulu, nanti dikirim pas harga naik lagi,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa distributor kadang memainkan pasokan untuk menyesuaikan harga pasar.

“Biasanya memang begitu. Sisa pasokan disimpan, lalu dilepas saat harga naik jadi Rp10.000 per kilogram,” pungkasnya.

BACA JUGA:  Pemerintah Sediakan Ribuan Lowongan Kerja dan Pelatihan bagi Mantan Karyawan Sritex Tanpa Batasan Usia

Dalam kurun setengah bulan, pabrik tempe milik Subandi bisa mengolah hingga 10 ton kedelai untuk memenuhi kebutuhan produksi tempe.***

Ahza Argani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *