Jakarta, E Channel.co.id – Kasus beras oplosan terus menggelinding. Polisi telah menaikkan status kasus tersebut ke tahap penyidikan, karena ada dugaan tindak pidana pelanggaran Perlindungan Konsumen dan/atau Pencucian Uang. Namun apa sebenarnya pelanggaran perberasan yang akan ditindak tegas pemerintah?
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi, menjelaskan bahwa pada pokoknya pencampuran beras yang memenuhi ketentuan kelas mutu dengan volume yang sesuai label, masih diperbolehkan. Namun terhadap pencampuran yang diambil dari beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), itu jelas pelanggaran serius.
“Jadi beberapa praktik yang akan ditindak ke depannya, yang pertama adalah beras premium sesuai tulisan di labelnya, tetapi isinya beras medium. Kemudian pencampuran yang tidak sesuai kelas mutu. Kemudian yang satu lagi adalah pengurangan berat. Kalau mengurangi berat, kemudian mencampur dengan tidak sesuai mutu, apa yang dibayarkan oleh konsumen jadi tidak sesuai dengan isi yang ada di dalamnya,” urai Arief dalam siaran pers Badan Pangan nasional, Kamis (24/7).
“Lalu kalau misalnya yang dicampur itu adalah beras SPHP, program intervensi pemerintah dari penugasan Badan Pangan Nasional kepada Bulog, itu tidak boleh, itu jelas melanggar. Beras SPHP yang 5 kilogram itu harus benar-benar sampai ke masyarakat secara utuh dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah,” sambungnya.
Sebagai informasi yang harus diketahui masyarakat luas, bahwa aturan kelas mutu beras premium telah termaktub dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023. Untuk beras premium harus memiliki kualitas antara lain butir patah maksimal 15 persen, butir menir maksimal 0,5 persen, dan butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam maksimal 1 persen, serta beberapa indikator lainnya.
“Oleh karena itu, kita semua harus melakukan self correction, mulai dari penggilingan padi harus melihat apakah spesifikasi dari produknya, apakah sudah sesuai dengan apa yang tertera dalam label kemasan atau belum. Jadi apa yang ada di label kemasan itu, itulah isinya. Jangan sampai isinya itu tidak sesuai dengan label yang ada,” tutur Arief.
“Dalam suatu kemasan, ada labelling system. Itu wajib ditulis apa saja isinya. Kalau kemasan beras, harus ada keterangan beras jenis apa dan apa yang dicampur berapa persen. Namun beras yang dicampur yang tidak sesuai dengan aturan dan peraturan labeling, kemudian mengurangi timbangan, sepakat bahwa itu melanggar,” imbuhnya.
Adapun persyaratan label diatur pada Pasal 7 dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras. Disebutkan pencantuman label wajib dengan bahasa Indonesia dan memuat keterangan antara lain nama produk berupa klasifikasi, nama jenis, dan nama dagang; daftar bahan yang digunakan; dan berat bersih dalam satuan kilogram atau gram.
Label juga wajib memuat nama dan alamat pihak yang memproduksi dan/atau mengimpor beras; kelas mutu; tanggal dan kode Produksi dan/atau tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa; asal usul Beras; nomor pendaftaran bagi yang dipersyaratkan; halal bagi yang dipersyaratkan; dan HET bagi yang dipersyaratkan.
“Jadi di kemasan beras ada ketentuan PSAT (Pangan Segar Asal Tumbuhan) dan ini kewenangannya kepada seluruh dinas pangan se-Indonesia untuk sama-sama mengawasi. Badan Pangan Nasional bersama kementerian lembaga, termasuk Satgas Pangan Polri dan juga dari Direktorat Jenderal PKTN Kementerian Perdagangan, kita juga terus menyampaikan hal ini, termasuk tentang standar mutu beras yang harus sesuai dengan apa yang ditulis di kemasan,” beber Arief.
“Penting pula ada tera secara berkala terhadap timbangan beras. Ini untuk mengkalibrasi terkait keakuratannya supaya berat kemasan beras tidak ada kurangnya. Jadi ini bentuk pengawasan berkala dari pemerintah,” pungkas Kepala NFA Arief Prasetyo Adi.
Sementara untuk pengawasan beras SPHP, ia katakan Perum Bulog telah memiliki Petunjuk Teknis (Juknis) yang dapat dijadikan pedoman. Juknis tersebut telah mengatur jenis outlet distribusi beras SPHP yang diperbolehkan dan keharusan verifikasi outlet sebelum disalurkan beras SPHP.
Pemerintah terus memastikan keakuratan penyaluran beras subsidi ini agar benar-benar dapat tersampaikan ke masyarakat yang paling membutuhkan.
Martin Budi Laksono