Solo, Minggu (26/1/2025) – Menjelang perayaan Imlek, Kota Solo kembali menggelar tradisi tahunan Grebeg Sudiro, sebuah karnaval budaya yang menjadi simbol akulturasi antara budaya Jawa dan Tionghoa. Acara ini dimulai dengan kirab budaya dari kawasan Pasar Gede, menampilkan berbagai kesenian khas yang memikat perhatian masyarakat.
Kirab budaya ini dimeriahkan dengan pertunjukan seni seperti Liong, Barongsai, Reog, Buto Gedruk, hingga Barong. Meski cuaca panas, antusiasme warga untuk menyaksikan tradisi ini tetap tinggi. Mereka memadati area Pasar Gede, menikmati harmoni seni dan budaya dari dua etnis yang telah lama hidup berdampingan.

Puncak acara Grebeg Sudiro ditandai dengan rebutan kue keranjang, di mana ribuan kue dilemparkan dari atas panggung oleh panitia. Warga berdesakan untuk mendapatkan kue keranjang yang diyakini membawa berkah. “Tradisi ini menjadi momen kebersamaan sekaligus wujud keberagaman yang indah,” ujar salah satu warga, Desty Kristi.

Menurut Ketua Panitia Imlek Bersama, Sumartono Hadinoto, Grebeg Sudiro telah menjadi simbol harmonisasi budaya Jawa dan Tionghoa sejak pertama kali digelar pada tahun 2007. “Tradisi ini mencerminkan kebhinekaan di Solo, di mana suku dan golongan berbeda saling bersinergi. Kami berharap tahun depan partisipasi dari kelompok seni semakin meningkat, sehingga Grebeg Sudiro dapat terus menjadi daya tarik wisata, baik lokal maupun internasional,” jelas Sumartono.

Tradisi ini lahir dari wilayah Sudiroprajan, Solo, yang dihuni oleh warga etnis Jawa dan Tionghoa. Keharmonisan dan hidup berdampingan tanpa konflik menjadi nilai penting yang terus dijaga hingga saat ini. Grebeg Sudiro tidak hanya menjadi ajang kebudayaan, tetapi juga sarana mempererat persatuan dalam keberagaman. Kota Solo sekali lagi menunjukkan bahwa harmoni antarbudaya dapat menciptakan keindahan yang luar biasa.
Team Echannel | Solo Jawa Tengah