JAKARTA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menangkap seorang jaksa berinisial AZ yang bertugas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat atas dugaan penggelapan uang barang bukti (barbuk) dalam kasus investasi bodong robot trading Fahrenheit.
Dalam penyelidikan, tim penyidik menyita uang senilai Rp5 miliar serta aset berupa rumah dan tanah yang diduga berasal dari hasil kejahatan tersebut.
Kepala Kejati DKI Jakarta, Patris Yusrian, mengungkapkan bahwa tersangka AZ telah menilep dana hasil eksekusi pengembalian barang bukti milik korban investasi robot trading Fahrenheit.
“Kami juga telah memblokir dan menyita uang yang tersimpan di rekening sebesar Rp3,7 miliar, uang tunai senilai Rp1,7 miliar, serta polis asuransi senilai Rp2 miliar,” ujar Patris dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/2/2025) malam.
Uang Dititipkan di Rekening Istri
Patris menjelaskan bahwa tersangka AZ menyimpan uang hasil penggelapan tersebut di rekening istrinya. Selain itu, uang tunai yang disita juga ditemukan dalam penguasaan istrinya.
Namun, menurut Patris, tidak ditemukan indikasi aliran dana kepada sang istri sebagai bagian dari tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Jadi bukan dialirkan, tetapi hanya disimpan di rekening istrinya. Istrinya telah diperiksa sebagai saksi dan hingga saat ini total uang yang telah diamankan mencapai sekitar Rp5 miliar,” jelasnya.
Modus Penggelapan Barang Bukti
Dalam perkara ini, Kejati DKI Jakarta menegaskan bahwa fokus penyelidikan adalah pada tindak pidana penggelapan barang bukti eksekusi yang dilakukan oleh AZ. Jaksa tersebut terbukti tidak mengembalikan seluruh uang barang bukti kepada korban.
Awalnya, tersangka AZ diberi mandat untuk mengeksekusi pengembalian barang bukti senilai Rp61,4 miliar kepada para korban investasi bodong robot trading Fahrenheit. Namun, dalam pelaksanaannya, AZ hanya mengembalikan Rp38,2 miliar, sementara Rp23,2 miliar diduga diselewengkan.
Patris mengungkapkan bahwa ada indikasi pihak kuasa hukum korban, berinisial BG dan OS, ikut terlibat dalam skema ini. Mereka diduga membujuk AZ agar tidak mengembalikan seluruh dana kepada korban.
“Seharusnya seluruh uang tersebut dikembalikan kepada korban yang diwakili oleh BG dan OS. Namun, karena adanya kerja sama antara kuasa hukum dan oknum jaksa berinisial AZ, korban hanya menerima Rp38,2 miliar dari total Rp61,4 miliar,” pungkas Patris.
Kejati DKI Jakarta akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap apakah ada keterlibatan pihak lain dalam tindak pidana tersebut.