JAM-Pidum Setujui 8 Kasus dengan Restorative Justice, Termasuk Kasus Penipuan di Jakarta Selatan

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Foto : Doc Kejagung RI

Jakarta, 12 Maret 2025 – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, telah menyetujui delapan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan mekanisme restorative justice (keadilan restoratif). Salah satu kasus yang dihentikan adalah perkara penipuan yang melibatkan tersangka Dita Aditya dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Kronologi Kasus Penipuan di Jakarta Selatan

Kasus ini bermula pada 25 Desember 2024 ketika tersangka Dita Aditya meminjam sepeda motor Honda Beat milik Murdiyono, seorang pekerja di proyek Studio PINDES, Cilandak Timur. Tersangka beralasan hendak menjemput temannya yang akan bekerja di lokasi proyek.

Namun, setelah mendapatkan sepeda motor tersebut, tersangka langsung menuju Depok dan mengiklankannya di Facebook Marketplace dengan harga Rp2.500.000. Korban yang tidak bisa menghubungi tersangka kemudian menemukan motornya telah diiklankan di media sosial dan segera melaporkan kejadian ini ke Polsek Pasar Minggu.

Pada 29 Desember 2024, polisi berhasil menangkap tersangka dan mengamankan barang bukti berupa sepeda motor yang belum sempat terjual.

BACA JUGA:  Waspada Demam Berdarah, 60 Kasus Dilaporkan di Awal Tahun di Pekalongan

Proses Restorative Justice

Setelah dilakukan pemeriksaan, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengajukan penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice. Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui kesalahannya, meminta maaf, dan korban Murdiyono menerima permintaan maaf tersebut.

Atas dasar kesepakatan damai ini, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengajukan penghentian penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, yang kemudian menyetujuinya dan mengajukan permohonan ke JAM-Pidum. Permohonan ini akhirnya disetujui dalam ekspose Restorative Justice pada 12 Maret 2025.

7 Kasus Lain yang Diselesaikan dengan Restorative Justice

Selain kasus Dita Aditya, tujuh perkara lain juga disetujui untuk dihentikan dengan mekanisme keadilan restoratif, yaitu:

Dua kasus penganiayaan di Kejaksaan Negeri Kaimana.

Dua kasus penipuan dan penggelapan di Kejaksaan Negeri Yogyakarta.

Dua kasus kekerasan dalam rumah tangga di Kejaksaan Negeri Balangan dan Malinau.

Satu kasus perlindungan anak di Kejaksaan Negeri Kaimana.

Alasan Penghentian Penuntutan

JAM-Pidum menyetujui penghentian penuntutan dalam kasus-kasus ini dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain:

Tersangka telah meminta maaf dan korban memberikan maaf.

BACA JUGA:  Erick Thohir : Lawan Filipina, Tim Nasional Indonesia Agar Bisa Antisipasi

Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.

Ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun penjara.

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan atau paksaan.

Korban dan tersangka sepakat untuk tidak melanjutkan perkara ke pengadilan.

Faktor sosial dan respon positif dari masyarakat terhadap penyelesaian perkara ini.

Dengan disetujuinya mekanisme restorative justice ini, Kejaksaan berharap dapat memberikan kepastian hukum yang lebih baik, mengurangi beban pengadilan, dan menciptakan harmoni di masyarakat.

Sumber : Release Kejagung RI | kabarterkininews.co.id | Heru W

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *