Ribuan mahasiswa menggelar aksi protes bertajuk “Indonesia Gelap” di berbagai kota besar di Indonesia pada Kamis (20/2). Demonstrasi ini dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap pemangkasan anggaran dan kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang dianggap dapat melemahkan sistem dukungan sosial dan mengancam masa depan mereka.
Dengan mengenakan pakaian serba hitam, sekitar seribu mahasiswa di Yogyakarta turun ke jalan, membawa poster dan spanduk sambil menyuarakan tuntutan perubahan. Aksi ini terjadi empat bulan setelah Prabowo dilantik sebagai presiden usai meraih kemenangan besar dalam pemilu. Protes serupa juga berlangsung di Jakarta, Medan, dan Makassar.

Gelombang aksi “Indonesia Gelap” turut menjadi perhatian di media sosial, bersaing dengan tagar “Kabur Aja Dulu”, yang berisi saran bagi mereka yang ingin mencari peluang kerja dan tinggal di luar negeri.
Herianto, seorang pemimpin mahasiswa di Jakarta, menyoroti pemangkasan anggaran pendidikan sebagai salah satu alasan utama protes ini. Kebijakan penghematan lebih dari Rp310 triliun yang dicanangkan pemerintah disebut akan dialokasikan untuk program-program lain, termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah-sekolah.
Di Jakarta, mahasiswa berkumpul di dekat istana kepresidenan sambil membawa plakat bergambar Presiden Prabowo dan para menteri kabinetnya, menentang kebijakan efisiensi anggaran yang dianggap merugikan sektor pendidikan.

“Indonesia sedang memasuki masa gelap,” ujar Herianto. “Banyak kebijakan yang tidak jelas bagi rakyat. Anggaran pendidikan dipangkas demi program makan gratis, padahal aksesnya belum merata.”
Mustufa, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, menambahkan bahwa pemangkasan anggaran pendidikan dan kesehatan menunjukkan ketidakseimbangan dalam kebijakan pemerintah. “Kami menuntut agar anggaran untuk pendidikan dan kesehatan masyarakat tidak dikorbankan demi program yang belum teruji efektivitasnya,” katanya.
Di Makassar, Hasrul, Ketua Serikat Mahasiswa Universitas Negeri Makassar, menekankan perlunya evaluasi terhadap program makan gratis. “Program ini memerlukan anggaran yang sangat besar dan dikhawatirkan menjadi penyebab utama defisit APBN,” ujarnya.
Di Jakarta, Rahman Hakim, mahasiswa Universitas Bung Karno, menyoroti dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat. “Presiden harus melihat sendiri kondisi rakyat. Harga pangan naik, BBM mahal, kesenjangan sosial melebar, dan pendidikan semakin sulit dijangkau. Ini menjadi masalah serius bagi bangsa kita.”
Menanggapi aksi protes ini, Menteri Sekretariat Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa pemerintah telah menerima tuntutan mahasiswa dan akan mengkajinya lebih lanjut.
Kantor Staf Presiden (KSP) menegaskan bahwa perubahan alokasi anggaran tidak akan berdampak negatif terhadap sektor pendidikan dan kesejahteraan guru. Namun, pemotongan anggaran di berbagai kementerian memunculkan kekhawatiran akan terganggunya layanan publik.
Selain menolak pemangkasan anggaran, mahasiswa juga mengecam peralihan peran militer ke sipil serta kurangnya subsidi gas untuk kebutuhan rumah tangga.
Meskipun terjadi protes, Prabowo masih mendapat dukungan luas di seluruh Indonesia. Berdasarkan survei terbaru dari lembaga independen, tingkat popularitasnya masih mendekati 80 persen. Namun, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, memperingatkan bahwa kebijakan pemotongan anggaran dapat berisiko menurunkan elektabilitas Prabowo, terutama di kalangan kelas menengah yang semakin tertekan akibat perubahan ekonomi.
Demonstrasi ini menjadi yang terbesar sejak Agustus lalu, sebelum Prabowo menjabat. Saat itu, ribuan demonstran turun ke jalan untuk memprotes rencana revisi undang-undang pemilu, yang akhirnya ditunda setelah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan. ( VOA Indonesia)