BANTUL – Penentuan waktu shalat pada masa lalu tidak semudah di era penggunaan teknologi seperti sekarang. Ratusan tahun yang lalu, masyarakat masih mengandalkan jam matahari atau jam istiwak untuk menentukan waktu shalat.
Namun, jejak penunjuk waktu kuno ini masih dilestarikan di Masjid Sabilurrosyad, Pandak, Bantul, di mana masyarakat mengenalnya sebagai Jam Bancet.
Selain dikenal dengan tradisi berbuka puasa menggunakan bubur krecek, Masjid Sabilurrosyad di Wijirejo, Pandak, Bantul ini juga menyimpan peninggalan bersejarah lainnya, yakni Jam Bancet, atau yang juga sering disebut sebagai jam matahari. Jam penentu istiwak ini masih terlihat jelas di serambi samping masjid.
Berbeda dengan jam analog atau jam digital yang umum digunakan saat ini, Jam Bancet berbentuk persegi dan memiliki tiang penyangga setinggi sekitar satu meter.
Di atas kotak tersebut terdapat cekungan berbentuk setengah lingkaran yang terbuat dari kuningan atau tembaga.
Pada cekungan tersebut, terdapat ukiran angka 12 hingga 6 di sisi kanan, dan angka 1 hingga 6 di sisi kiri.
Ratusan tahun lalu, jam ini digunakan untuk menentukan waktu shalat dengan mengandalkan sinar matahari. Sinar matahari akan membentuk bayangan dari paku yang tertancap di atas cekungan.
Sistem jam matahari ini hingga kini masih diakui keakuratannya dalam menentukan waktu shalat Dzuhur dan Ashar.
Takmir Masjid Sabilurrosyad menyebutkan bahwa konon, jam Bancet ini sudah ada sebelum Indonesia merdeka.
Jam ini dibawa oleh para santri setempat yang dulu sering mengaji di Magelang, Jawa Tengah. Suatu ketika, jam tersebut dibawa pulang ke Pedukuhan Wijirejo.
Meskipun tidak diketahui secara pasti kapan jam tersebut pertama kali ada, namun takmir masjid mengungkapkan bahwa jam kuno itu resmi dipasang secara permanen di Masjid Sabilurrosyad pada tahun 1950-an.***
Joko Pramono