Jakarta, Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah signifikan dalam melindungi hak dan kesehatan perempuan dengan menghapus praktik sunat perempuan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Kebijakan ini, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 26 Juli 2024, menegaskan komitmen negara dalam menghapus praktik yang dianggap membahayakan kesehatan dan melanggar hak asasi perempuan.
Penghapusan Praktik Sunat Perempuan di Indonesia: Langkah Maju dalam Perlindungan Hak Perempuan
Sunat perempuan, atau yang dikenal sebagai mutilasi genital perempuan, telah lama menjadi praktik kontroversial di berbagai komunitas di Indonesia. Meskipun beberapa kelompok menganggapnya sebagai tradisi atau kewajiban agama, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa praktik ini tidak memiliki manfaat medis dan justru dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan, seperti infeksi, perdarahan, dan masalah psikologis. Data dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021 menunjukkan bahwa 55% anak perempuan dari perempuan usia 15-49 tahun di Indonesia telah menjalani sunat perempuan.
Regulasi dan Implementasi
Pasal 102 poin a dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 secara eksplisit menyebutkan penghapusan praktik sunat perempuan sebagai bagian dari upaya kesehatan reproduksi bagi bayi, balita, dan anak prasekolah. Langkah ini sejalan dengan upaya global untuk menghapuskan mutilasi genital perempuan, yang telah dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah menyusun Rencana Aksi Nasional Pencegahan Praktik Sunat Perempuan 2020-2030, yang bertujuan untuk mengurangi dan akhirnya menghapus praktik ini melalui edukasi, advokasi, dan kerjasama lintas sektor.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meskipun regulasi telah diterbitkan, tantangan dalam implementasinya masih signifikan. Beberapa komunitas masih memandang sunat perempuan sebagai bagian integral dari budaya atau agama mereka. Oleh karena itu, sosialisasi dan edukasi yang komprehensif diperlukan untuk mengubah persepsi masyarakat mengenai praktik ini. Keterlibatan tokoh agama, pemimpin komunitas, dan organisasi masyarakat sipil menjadi kunci dalam menyukseskan upaya penghapusan sunat perempuan di Indonesia.
Dengan adanya regulasi ini, diharapkan generasi mendatang perempuan Indonesia dapat tumbuh tanpa harus menghadapi risiko kesehatan dan pelanggaran hak asasi akibat praktik sunat perempuan.
Team echannel TV | Jakarta | HW