VOA Indonesia
JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto melantik 961 kepala daerah hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 dalam sebuah upacara di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/2). Para kepala daerah yang dilantik mencakup 33 gubernur, 33 wakil gubernur, 363 bupati, 362 wakil bupati, 85 wali kota, dan 85 wakil wali kota dari total 481 daerah.
Dalam sambutannya, Prabowo menekankan bahwa pelantikan serentak ini merupakan momen bersejarah bagi Indonesia dan mencerminkan perkembangan demokrasi di tanah air. Ia juga mengingatkan para kepala daerah untuk bekerja keras dan menjaga amanah rakyat dalam membangun daerah masing-masing.

“Ini adalah momen bersejarah, pertama kalinya kita melantik serentak 961 kepala daerah di Istana Merdeka. Ini bukti bahwa Indonesia adalah bangsa besar dengan demokrasi yang terus berkembang,” ujar Prabowo.
Sehari setelah pelantikan, seluruh kepala daerah akan mengikuti retret atau orientasi intensif di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah, selama sepekan, mulai 21 hingga 28 Februari 2025. Program ini dirancang untuk memperkuat pemahaman mereka tentang pemerintahan dan pembangunan daerah.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan bahwa retret bertujuan membangun sinergi antara kepala daerah dan pemerintah pusat. “Retret ini dikemas dalam bentuk diskusi terbuka agar ada keselarasan kebijakan antara pusat dan daerah,” kata Tito.
Namun, program retret ini menuai kritik dari berbagai pihak. Pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai bahwa berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, pembinaan kepala daerah memang menjadi kewenangan pemerintah pusat, tetapi tidak harus melalui retret.
“Pasal 373 hingga 375 Undang-Undang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa pembinaan yang diperlukan terkait tata kelola pemerintahan, keuangan daerah, dan kepegawaian. Itu tidak memerlukan retret dengan pola semi militer,” ujar Feri.
Senada dengan itu, Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Wahyu Iskandar, menilai bahwa program ini cenderung bersifat seremonial dan tidak berdampak nyata pada efektivitas pemerintahan.
“Retret seperti ini lebih menampilkan kesan simbolis daripada substansi yang berdampak nyata. Seharusnya, Prabowo lebih fokus pada evaluasi berkala terhadap kinerja kepala daerah,” katanya.
Meskipun menuai kritik, pemerintah tetap melanjutkan rencana retret ini dengan alasan efisiensi anggaran. Tito menyebut bahwa program ini telah disusun agar lebih hemat dibandingkan format pelatihan sebelumnya.[fw/ab]