Semarang – Ratusan pekerja rumah tangga (PRT) bersama aktivis LBH APIK Semarang menggelar aksi di depan Gedung DPRD Jawa Tengah, menuntut pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Hingga kini, PRT masih bekerja tanpa payung hukum yang jelas, sehingga rentan menjadi korban kekerasan dan eksploitasi oleh majikan.
Aksi ini bertepatan dengan Hari PRT Nasional yang diperingati setiap 15 Februari. Ketua Serikat PRT Semarang, Nur Khasanah, menegaskan bahwa tanpa perlindungan hukum, PRT sering mengalami kekerasan fisik, psikis, dan ekonomi, seperti pemotongan gaji sepihak, PHK tanpa alasan, bahkan penganiayaan.
“RUU PPRT sudah 20 tahun diajukan, tetapi belum ada kejelasan dari pemerintah. Kami menuntut kepastian hukum agar PRT mendapatkan hak dan perlindungan yang layak,” tegas Nur Khasanah.
Berdasarkan data JALA PRT, dalam periode 2018–2023 tercatat 2.641 kasus kekerasan terhadap PRT. Kasus-kasus tersebut mencakup penyiksaan fisik, gaji yang tidak dibayarkan, serta pemecatan sepihak. LBH APIK Semarang juga mencatat bahwa dalam kurun 2017–2022, terdapat 30 laporan kekerasan terhadap PRT di Jawa Tengah, dengan beberapa korban mengalami cacat permanen akibat kekerasan majikan.
Para PRT berharap kasus tragis seperti yang menimpa Sunarsih tidak terulang lagi. Aksi damai ini ditutup dengan kegiatan bersih-bersih di halaman Kantor Gubernur dan DPRD Jateng sebagai simbol perjuangan mereka untuk mendapatkan perlindungan hukum yang layak.
Yovi Nugroho | Semarang | Jawa Tengah