Romo Patris : Surat Edaran Wali Kota Terkait Jam Pesta Masyarakat Sudah Tepat

Kupang, KabarTerkiniNews.co.id – Surat Edaran (SE) Wali Kota Kupang, dr. Christian Widodo, tentang pembatasan pesta masyarakat hingga pukul 22.00 WITA, menuai beragam tanggapan.

Melalui sebuah video yang diunggah di akun TikTok miliknya, Romo Patris Aleggro, Pr seorang Imam Katolik dan Dosen Filsafat dari Seminari Tinggi St. Mikhael Penful memberikan pandangan kritis terhadap sejumlah keberatan yang dilontarkan sebagian warga. Menurut Romo Patris, ada tiga pokok keberatan yang kerap muncul di masyarakat.

Baca Juga

Pertama, pesta dianggap sebagai tradisi yang biasa berlangsung semalam suntuk, sehingga pembatasan jam dinilai mengurangi kebiasaan tersebut. Generasi muda pun melihat hiburan malam sebagai bagian dari gaya hidup modern.

Namun, Romo menegaskan, pesta modern kerap berbeda dengan pesta komunal tradisional dan jika dibiarkan, hal ini bisa mencampur adukkan ekspresi budaya dengan kebisingan yang justru merusak ketenangan publik.

Keberatan kedua berkaitan dengan anggapan bahwa musik keras tidak masalah selama tidak ada tetangga yang mengeluh.

Menurut Romo Patris, logika ini keliru karena menjadikan ukuran etika hanya bergantung pada reaksi orang lain. Padahal, banyak warga sebenarnya terganggu, tetapi enggan menyampaikan protes karena takut dianggap tidak toleran.

“Di sinilah letak masalahnya. Seolah-olah kebebasan berpesta ditempatkan lebih tinggi daripada hak diam yang tak terucap. Padahal, banyak orang memilih diam bukan karena nyaman, melainkan karena sungkan,” tegasnya.

Keberatan ketiga adalah tudingan bahwa kebijakan pembatasan jam pesta merupakan bentuk tirani. Romo Patris menolak anggapan tersebut.

Menurutnya, martabat manusia melekat pada setiap pribadi, dan keputusan pemerintah justru hadir untuk melindungi hak bersama.

“Aturan ini bukanlah pembatasan yang meniadakan tradisi, melainkan bentuk perlindungan agar setiap orang mendapatkan haknya, baik hak untuk bergembira maupun hak untuk beristirahat,” jelas Romo Patris.

Ia pun mengapresiasi langkah Pemkot Kupang yang berani mengambil keputusan meski menuai pro dan kontra.

“Kita patut bersyukur karena aturan ini membantu menciptakan keseimbangan hidup bersama. Dengan demikian, pesta tetap bisa berjalan, tetapi tanpa mengorbankan ketenangan mayoritas warga,” tutupnya.

Rudy

Berita terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *